Kamis, 10 November 2011

PERTEMUAN KEDUA

DSC08766.JPG
PERTEMUAN KEDUA
A.    KONSEP, PRINSIP, DAN PROSEDUR PERANCANGAN INSTRUKSIONAL
M
odel sistem instruksional adalah metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang sering dipakai oleh banyak tenaga pengajar, model instruksional yaitu suatu model yang terdiri atas empat komponen yang secara hakiki berbeda satu sama lainnya, model ini menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model perencanaan dan penilaian dari suatu model “prosedur mengajar”.
Pertama menentukan tujuan-tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.
Tujuan-tujuan instruksional didalam model-model komponen ini harus dirumuskan secara spesifik dalam bentuk perilaku akhir siswa. Hampir setiap pendidik mengakui pentingnya penentuan tujuan, tetapi akhir-akhir inipun hanya sedikit yang menganjurkan perlunya dirumuskan tujuan itu secara jelas, yaitu tujuan : bagaimana seharusnya siswa berperilaku pada akhir pengajaran. Model instrusional ini menuntut agar tujuan-tujuan tersebut dirumuskan secara jelas dan tegas dalam bentuk perilaku siswa.
Kedua mengadakan penilaian pendahuluan terhadap keadaan siswa pada saat ini dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan instruksional tersebut.
Langkah kedua dalam model instruksional ini menuntut agar guru memeriksa  perilaku mula siswa. Istilah penilaian “pendahuluan“ digunakan sebagai pengganti dari “tes-awal” hanya karena “penilaian pendahuluan” mencakup macam prosedur penilaian yang lebih banyak dari pada hanya dari pada tes ter tulis. Satu keuntungan nyata dari penilaian pendahuluan ialah bahwa guru dapat mengetahui sudahkah siswanya memiliki perilaku yang hendak dikembangkannya. Sangat mungkin kemampuan siswa lebih besar dari pada yang diduga guru. Kalau itu terjadi waktu berminggu-minggu terbuang sia-sia karena siswa-siswa “diajarkan” hal-hal yang sudah mereka ketahui. Dalam arti yang sama, sering pengetahuan mereka jauh lebih sedikit dari apa yang diduga oleh guru.
Ketiga menilai pencapaian tujuan-tujuan tersebut oleh siswa.
setelah guru mengadakan penilaian pendahuluan, dan barangkali mengubah tujuan-tujuan instruksional, langkah berikutnya yaitu merencanakan program pengajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya. Perencanaan ini memang rumit sekali, namun demikian, sesudah ada pernyataan yang
Keempat dalam model instrusional ini adalah menilai taraf pencapaian tujuan-tujuan instruksional oleh para siswa.
Pada waktu inilah guru menentukan sudahkah siswa-siswanya seperti yang direncanakan ketika ia merumuskan tujuan-tujuan. Masalah pengembangan prosedur penilaian tertentu, seperti siapan suatu tes, sebagian besar pastilah terpecahkan, jika tujuan telah dirumuskan secara spesifik. Tidak jarang tujuan yang sangat spesifik juga memuat pernyataan tentang prosedur penilaian. Pada hakikatnya tujuan dan penilaian seharusnya sama; yaitu butir-butir tes seharusnya disusun sesuai dengan jenis perilaku yang ditentukan dalam tujuan. Penilaian yang dimaksudkan disini bukanlah mengenai siswa, melainkan ketetapan keputusan-keputusan yang diambil oleh guru. Kita tidak berusaha menentukan bahwa ali mendapat “A” atau “B” tetapi hendak menentukan sudah tepatkah program pengajaran guru dan pelaksanaannya.

B.     MODEL PENGEMBANGAN DALAM MERANCANG SISTEM INSTRUKSIONAL

M
odel pengembangan system intruksional menurut Rusman (2010:149-151) terbagi lima langkah yaitu :
Pertama, mengidentifikasi kebutuhan intruksional yang diperlukan. Aplikasi langkah pertama ini adalah dengan merumuskan Tujuan Instruksional Umum (TIU). Kedua, melakukan analisis instruksional umum tersebut dengan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, yang nantinya akan menghasilkan Tujuan Intruksional Khusus (TIK). Ketiga, menulis tes acuan patokan yang berakibat pada penyusunan strategi instruksional. Dengan dua kegiatan tersebut guru telah mengembangakan bahan instruksional. Keempat, mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif. Dan kelima, terciptalah system instruksional. 
Kosep pengembagan di atas akan tergambar melalui skema di bawah ini :

C.    IMPLEMENTASI SISTEM INSTRUKSIONAL

a.      Tahap awal

T
ahap pembelajaran awal ini adalah langkah pertama sebelum materi pembelajaran berlangsung, yaitu memberikan pencerahan terhadap pola pikir siswa tentang apa yang ingin diajarkan, diberikan bayangan sebelum memasuki tahap yang serius, tahap awal ini memiliki banyak teori dan metode yang bisa digunakan diantaranya adalah mengatur tatanan kelas yang nyaman dan epektif seperti group resume (resume kelompok) prosedurnya dibentuk seperti :
  • Bagilah peserta kedalam beberapa kelompok, terdiri dari 3 sampai 6 anggota.
  • Beritahukan kepada mereka bahwa kelas memiliki kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat.
  • Memberikan motivasi kepada setiap kelompok agar aktif dan bervariasi dalam menela’ah materi(Tafsir ;2002).
b.      Inti
Pada tahapan ini pengajar menguraikan materi yang diajarkan kepada siswa dengan menggunakan metode dan teknik yang nyaman dan mudah dimengerti oleh siswa sehingga siswa tidak mudah jenuh dan tidak cepat merasa bosan seperti yang ada dalam bukunya Mel Silberman (2005) yang menawarkan metode aktif dan variable salah satunya adalah Listening Team (tim pendengar)
  • Buatlah kelas menjadi empat kelompok
  • Masimg-masing kelompok diberi tugas, kelompok pertama sebagai penanya, kelompok kedua sebagai orang yang setuju, kelompok yang ketiga sebagai orang yang tidak setuju, sedangkan yang terakhir sebagai pemberi contoh.
  • Sampaikan pelajaran yang didasarkan dengan pelajaran
  • Suruhlah tiap-tiap tim untuk bertanya, sepakat dan sebagainya.
c.       Tahap Akhir
Setelah materi diberikan kepada siswa dan waktu telah hamper habis untuk pembelajaran maka tahapan yang paling akhir ialah bagaimana siswa belajar agar tidak lupa tentunya dengan berbagai strategi yang bisa digunakan salah satunya adalah Reviewing Strategies (meninjau ulang).
Salah satu cara paling meyakinkan untuk menjadikan belajar tepat adalah menyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah dipelajari. Materi yang telah ditinjau (review) oleh peserta didik mungkin disimpan lima kali lebih banyak dari materi yang tidak ditinjau. Hal itu karena peninjauan memudahkan peserta didik untuk mempertimbangkan informasi dan menemukan cara-cara untuk menyimpannya dalam otaknya.

D.    TAKSONOMI PEMBELAJARAN

T
aksonomi dalam pembelajaran lebih dipahami sebagai sebuah pandangan bahwa tujuan belajar harus sesuai dengan tipe hasil belajar. Bloom membagi taksonomi belajar dalam tiga katagori yang sudah sangat kita kenal yaitu ranah kognitif, ranah apektif, dan ranah psikomotor. Sedangkan  menurut Robert Gagne taksonomi hasil belajar ada lima yaitu :
1.    informasi verbal,
2.    keterampilan intelektual,
3.    strategi kognitif,
4.    sikap, dan
5.    keterampilan motorik.
            Taksonomi yang dikembangkan oleh Bloom tercakup juga dalam taksonomi Gagne ini. Gagne  mengatakan, taksonomi dibagi lima disebabkan atas asumsi bahwa hasil belajar yang berbeda tersebut memerlukan kondisi belajar yang berbeda pula.Artinya, untuk membangun strategi kognitif siswa memerlukan kondisi berbeda dengan ketika kita ingin membangun sikap atau keterampilan motorik. Dengan teorinya tersebut Robert Gagne dikenal sebagai pengemuka teori condition learning.

E.     MENGIDENTIFIKASI TUJUAN PEMBELAJARAN/STANDAR KOMPETENSI

M
engidentifikasi tujuan pembelajaran dalam system instruksional pada kurikulum 1975 sebagaimana diterangkan di atas dikenal dengan istilah Tujuan Instruksional Umum (TIU). TIU tersebut yang memutuskannya adalah pemerintah. Guru mempunyai kekuatan untuk mengembangkan tujuan pendidikan yang lebih operasional yang dikenal dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Dewasa ini Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menurut hemat penulis masih sama aplikasinya. PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) menetapkan tujuan pembelajaran dengan nama TIU lalu dijabarkan oleh TIK, sedangkan dalam KTSP ada nama Standar Kompetensi (SK) yang dijabarkan oleh dengan Kompetensi Dasar (KD) lalu dikembangkan oleh guru dengan menyusun indicator.
Perbedaan antara PPSI dengan KTSP sangat tipis sekali, dalam PPSI pemerintah menetapkan tujuan pedidikan tiap mata pelajaran hanya dalam satu tingkat sedangkan dalam KTSP pemerintah menentukan tujuan pembelajaran dalam dua tingkat.
Dalam penetuan tujuan pembelajaran yang ditentukan guru ini, ada satu rumusan yang penulis pakai dalam penyusunan tujuan pembelajaran. Yaitu rumus ABCD.
Rumusan ini menurut Tamsik Udin (1987:58) merupakan singkatan dari Audien, Behavior, Condition, dan Degree. Audien adalah siswa, Behavior adalah tingkah laku yang diharapkan, Condition adalah kondisi/keadaan belajar, dan Degree adalah standar minimal yang harus dicapai siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 1993. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.
Popham W. James, dan Baker Eva L., , 1992. Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta; Rajawali Press
Silberman Mel,  , 2005.Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta : Yappendis.
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.
Tafsir Ahmad, 2002.  Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Udin, Tamsik. 1987. Ilmu Pendidikan.Bandung; Epsilon Group

Tidak ada komentar:

Posting Komentar